MEKONGGAPOST.COM, Kendari – Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara (Pemprov Sultra) menerbitkan Surat Edaran Nomor 100.3.4.1/17 Tahun 2025 tentang Pencegahan Korupsi dan Pengendalian Gratifikasi Terkait Hari Raya.
Surat edaran ini ditandatangani oleh ditujukan kepada seluruh jajaran pemerintahan, termasuk Sekretaris Daerah, staf ahli, kepala perangkat daerah, BUMD, serta seluruh aparatur sipil negara (ASN) dan PPPK di lingkungan Pemprov Sultra.
Dalam surat edaran tersebut, Pemprov Sultra menegaskan larangan bagi pegawai negeri dan penyelenggara negara untuk menerima atau memberikan gratifikasi yang berkaitan dengan jabatan dan bertentangan dengan tugasnya. Larangan ini mencakup tunjangan hari raya (THR), uang, barang, atau hadiah lainnya, baik dari individu maupun perusahaan.
Jika terdapat gratifikasi yang tidak dapat ditolak, penerima wajib melaporkannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam waktu 30 hari.
Selain itu, pegawai negeri dilarang menggunakan fasilitas dinas untuk kepentingan pribadi. Pemprov juga mengimbau masyarakat, perusahaan, dan asosiasi untuk tidak memberikan gratifikasi kepada pejabat atau ASN.
Jika menemukan adanya permintaan gratifikasi atau pemerasan, masyarakat diminta segera melaporkannya kepada aparat penegak hukum atau Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) Inspektorat Daerah Provinsi Sultra.
Penerbitan surat edaran ini mengacu pada berbagai regulasi, di antaranya, UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS), Peraturan Gubernur Sulawesi Tenggara Nomor 14 Tahun 2021 tentang Pedoman Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan Pemprov Sultra dan Surat Edaran Ketua KPK Nomor 7 Tahun 2025 tentang Pencegahan Korupsi dan Pengendalian Gratifikasi Terkait Hari Raya.
Surat edaran ini telah ditembuskan kepada KPK RI, Ketua DPRD Sultra, Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) Provinsi, serta insan pers dan media.
Langkah ini diharapkan dapat memperkuat sosialisasi serta pengawasan dalam upaya mencegah praktik gratifikasi yang berpotensi menjadi tindak pidana korupsi.