MEKONGGAPOST.COM, Kolaka – Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Fakultas Hukum Universitas Sembilanbelas November (USN) Kolaka, Dwika Putra Tzalsa Ramadhan, menyatakan penolakan terhadap pelaksanaan Pemilihan Umum Raya Mahasiswa (Pemira) untuk Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) tingkat universitas.
Ia menilai proses tersebut tidak sesuai regulasi dan mencederai prinsip demokrasi kampus karena dilakukan oleh pihak birokrasi, bukan oleh Komisi Pemilihan Umum Raya Mahasiswa (KPURM) sebagaimana diatur dalam Peraturan Rektor Nomor 04 Tahun 2024 tentang Organisasi Kemahasiswaan.
“Pasal 52 ayat (1) menyatakan bahwa Pemira merupakan wewenang KPURM. Keterlibatan langsung birokrasi dalam pelaksanaan ini telah melanggar ketentuan tersebut,” ungkap Putra.
Menurut Ketua DPM Fakultas Hukum itu, anggota MPM Universitas seharusnya dipilih oleh mahasiswa di setiap fakultas dan program vokasi. Namun dalam pelaksanaannya, Putra menilai tidak ada sosialisasi yang memadai, tidak ada publikasi daftar pemilih tetap, serta proses pemungutan suara berlangsung tertutup tanpa transparansi.
“Tidak jelas siapa kandidatnya, bagaimana proses kampanye dilakukan, bahkan mekanisme pemilihan nyaris tidak diketahui oleh mahasiswa,” tambahnya.
Putra menilai bahwa tindakan birokrasi bukan sekadar kekeliruan administratif, melainkan bentuk pengingkaran terhadap prinsip kedaulatan mahasiswa dalam mengelola organisasi kemahasiswaannya secara independen. Ia mengungkapkan, partisipasi mahasiswa dalam proses politik kampus adalah hak yang tidak bisa dikesampingkan.
Putra juga menegaskan bahwa sikapnya bukan dilandasi oleh kepentingan politik pribadi atau kelompok, melainkan demi menjaga integritas demokrasi di lingkungan kampus. Bahkan, kata dia, sekalipun pihak yang terpilih berasal dari fakultasnya sendiri, hal tersebut tidak dapat membenarkan pelanggaran prosedur.
“Legitimasi lembaga seperti BEM Universitas hanya bisa ditegakkan jika MPM sebagai lembaga legislatif dipilih secara demokratis. Tanpa MPM yang sah, tidak ada fungsi pengawasan yang berjalan,” tegas Putra.
Putra mengaku prihatin terhadap minimnya respons terhadap dugaan pelanggaran ini. Ia mengajak seluruh mahasiswa dari berbagai fakultas untuk menyadari pentingnya partisipasi aktif dalam proses demokrasi kampus.
“Yang sedang dipertaruhkan bukan soal siapa yang duduk di MPM, tetapi hak mahasiswa untuk didengar dan dilibatkan,” ujarnya.
Sebagai bentuk konkret dari sikap penolakannya, Putra menyampaikan empat tuntutan resmi kepada pihak universitas:
- Menyatakan bahwa Pemira MPM yang diselenggarakan oleh birokrasi tidak sah secara prosedural.
- Menuntut pengulangan proses Pemira dengan penyelenggara sah, yakni KPURM.
- Meminta pembekuan sementara aktivitas kelembagaan BEM Universitas hingga MPM yang sah terbentuk.
- Mendorong evaluasi menyeluruh terhadap pihak birokrasi yang dinilai melampaui kewenangan.
Di akhir pernyataannya, Putra menyerukan solidaritas mahasiswa untuk menjaga integritas sistem organisasi kemahasiswaan di USN Kolaka. Ia menekankan bahwa demokrasi kampus harus dijaga bersama, dan mahasiswa tidak boleh tinggal diam saat hak-hak mereka terancam.